Foto Pertunjukan Bleg-Bleg Thing

Dusun Pajangan Bantul Yogyakarta

Image

Dusun Giripeni Dobangsan Kulon Progo 

Image

Image

Image

Image

Dusun Mangiran Bantul Yogyakarta

Image

Image

Image

Image

Sinopsis

Pada sebuah kampung yang sumpek dengan berbagai macam komunitas penduduk didalamnya telah berkembang lama mitos tentang makluk halus yang oleh warga kampung di beri julukan Den Baguse Endro. Sosok ”demit” satu ini telah mengiringi perjalanan kampung sejak dulu dan tidak ada yang dapat menceritakan asal-muasalnya. Den baguse Endro terkenal senang mengganggu penduduk, seperti mengganggu anak kecil, memerosokkan pengendara kedalam selokan, mengganggu orang yang baru tingga dikampung tersebut. Inilah kenyentrikan den Baguse Endro. Setelah sekian lama tidak mengganggu warga, suatu hari seorang pedagang bakso keliling harus menanggung akibat kejailan den baguse endro. Dia harus terjerembab masuk selokan ”badeg” yang ada dikampung tersebut. Namun yang lebih mengejutkan adalah hilangnya salah satu warga yakni seorang bocah belasan tahun yang diduga disembunyikan oleh Den Baguse Endro. Mulanya beberapa anak bermain petak umpet namun salah satu dari anak yang bermain tidak kembali ketika bersembunyi di pohon Sukun nama anak tersebut adalah Bardin. Warga kampung yang tidak dapat menemukan anak tersebut langsung menuduh Den Baguse Endro biang dari hilangnya Bardin. Pak Turah seorang warga kampung mengungkapkan,bahwa mak Girah ibu Bardin pernah mengeluhkan anaknya minta sekolah SMP naumun dia tidak meyanggupi karena tidak memiliki biaya. Kemudian warga berinisiatif untuk mengadakan upacara bleg-bleg thing, sebuah upacara yang digunakan untuk mencari orang hgilang di pedalaman jawa. Tetua kampung Mbah Dukuh Dongkol mengungkapkan bahwa Bardin akan segera ditemukan tidak lama lagi. Ucapan Dukuh Dongkol terbukti nyata, Bardin diketemukan namun dalam keadaan meninggal. Jarni gaet yang sedari awal selalu membicarakan tentang pendidikan tidak mempercayai kalau Bardin mati karena ”Demit”, namun dia percaya kalau Bardin mati karena bunuh diri…………………

Foto Pertunjukan “Sedulur Mulur Tangga Eca” 2012

Dusun Sanden 31 Desember 2011 dalam De-Kampoeng Festival

Image

Image

Image

Image

(fotografer : Panitia De-Kampoeng Festival 2011)

Lapangan Pasir Kampung Tungkak RW 21 Yogyakarta

Image

Image

Image

(fotografer : Krisna Mulawarman 2012)

Image

(fotografer : Mas Towil 2012)

Sinopsis

Lakon ini di adaptasi dari Malam Jahanam karya Motinggo Busye. Setting naskah sendiri yang beralur plot linier ini merepresentasikan kehidupan margin di sekitar pesisir Sumatra. Namun dalam hal ini di adaptasi bebas oleh Wage Daksinarga ke dalam kultur Jawa pinggiran kota urban.

Suleman (Ibnu Gundul) seorang laki-laki yang kebetulan bertetangga dengan Kusnan (Riyanto), teman sejak masih kecil. Paijah (Nurul Jamilah) istri Kusnan ternyata mempunyai anak hasil dari hubungan biologisnya dengan Suleman. Perselingkuhan ini berjalan cukup rapi dan bertahan lama. Namun suatu ketika konflik muncul ketika Kusnan mendapati burung peliharaannya mati dan dibuang di pinggir sumur. Burung kebanggaan Kusnan, burung yang mahal, seolah hewan peliharaan yang tak tergantikan oleh apapun.

Informasi matinya burung peliharaan itu disampaikan Jamingan (Lukas Priyo) seorang yang gila. Dan itu terbukti ketika persoalan memuncak dan Suleman mengaku bahwa yang membunuh burung tersebut.

Dalam babak lain muncul Pak Sapar (Elyandra Widharta) dan Joko (Gilar) sebagai tokoh dengan motif untuk peralihan dinamika dramatik yang cukup segar dan menggemaskan.